Minggu, 15 November 2009

Penemuan Arca Kediri Membawa Petunjuk Sejarah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEa2h9J4rDBBacAUWweT13E3eTXfKKfhve5PgFAI_z6H4H55yeZ2hq0gA4DP8PVQN7PvWQ9D0hyccazjR9JfeKPCMYCK8aLYwF-BkZMGY2QbBzACPuauxqRqOqmlSAR9nHVmF5B4cbqss/s320/Arca+Kediri+Baru1.JPGThe image “https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKImVnTr3Zh8bIyhDx12zh5w3LGxBphRHbdSjjnAYdAq7KthELtsmR5CuK4_DIyRHxg6rQfH-XLacUM8vda6ny8ZRBJIHyCmziM0rszbQedjr8brdV5BsNpjDHHCk4uJggQMcHDViUNm4/s320/Resize+of+Penemuan+Arca+Prasejarah-Kediri+Jatim1.JPG” cannot be displayed, because it contains errors.
[Resize+of+Penemuan+Arca+Prasejarah-Kediri+Jatim2.JPG]

KEDIRI - Penemuan lima buah arca di Dusun Babadan, Desa Sumber Cangkring, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur menjadi petunjuk keberadaan Kerajaan Kadiri yang selama ini masih misteri.
Berdasarkan banyaknya benda bersejarah yang ditemukan di tempat itu, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Jatim menduga pusat kerajaan Kadiri berada di Kecamatan Gurah.
Kepala BP3 Trowulan I Made Kusumajaya mengatakan kelima arca yang ditemukan di Sumber Cangkring itu ternyata tidak berbeda jauh dengan 12 situs Tondowongso.
"Ada kesamaan model pembuatan yang sangat halus dan hebat pada arca ini, dengan situs Tondowongso. Ini dibuat abad XII pada saat transisi Kerajaan Majapahit," jelas Kusumajaya saat melakukan pemeriksaan dan pengukuran di lokasi penemuan Desa Sumber Cangkring, Rabu (10/9/2008).
Melihat lokasi kedua arca yang hanya berjarak 7 kilometer dan memiliki kesamaan model, lanjutnya, dipastikan ada hubungan sejarah antara kedua benda bersejarah tersebut.
Dari benda yang ditemukan itu, Kusumajaya juga memperkirakan adanya sebuah pusat kegiatan masyarakat atau perkampungan.
Bahkan ia menduga masih terdapat bangunan besar yang berada di dalam tanah lokasi tersebut.
Dugaan itu berdasarkan keberadaan arca kepala raksasa Kala yang terpasang di pintu gerbang rumah atau perkampungan.
Petunjuk lain yang menguatkan keberadaan Kerajaan Kadiri didukung dengan lokasi Kecamatan Gurah yang cukup strategis, yakni agraris dan maritim.
Lokasi itu konon menjadi prioritas bagi penguasa untuk membangun kerajaan agar tidak mudah diserang dari jalur darat dan laut.
Kusumajaya sendiri menduga, pada abad XII terjadi perpindahan ibu kota Kerajaan Majapahit ke Jawa Timur oleh raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada, akibat munculnya pralaya atau musibah.
"Struktur candi di Gurah ini sangat halus. Ini merupakan ciri candi Jawa Tengah yang diadaptasi ke sini. Jika bukan karena perpindahan orang Jawa Tengah kesini, setidaknya ada perpindahan pusat kerajaan yang menjadi kebiasaan raja Jawa," jelasnya.
Fakta lain yang menguatkan keberadaan Kerajaan Kadiri ini adalah sebuah sungai yang berada di dekat penemuan arca.
Menurut teori sejarah, bangunan besar kerajaan tidak akan jauh dari sungai.
Apalagi sungai yang ada di desa Sumber Cangkring juga cukup dekat dengan keberadaan peninggalan lain seperti patirtan (pemandian) dan situs Tondowongso.
Karena itu Made meminta kebesaran hati warga desa setempat dan Pemerintah Kabupaten Kediri untuk ikut melestarikan peninggalan sejarah.

Makam Tan Malaka Ditemukan di Kediri

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9tOoBD2Z8LhQzQNtPpBbYCUU04SSLnV-wBBv4T5tWojBfvu5sZ3zU3iRDLUNrt-GE2Pvd_GIoOYd1fjFz47QGnzwxb92GqfCZ76bIPciq3SIwd1qeT7lZGl-iqCbyf8u196gsHeFRqOGV/s1600-r/TanMalaka_DariPendjara_ed3.jpg 

Kediri - Makam Tan Malaka ditemukan di Kediri. Makam tokoh sosialis beraliran
keras ini ditemukan warga yang mengetahui eksekusi Ibrahim alias Tan Malaka.
Penemuan ini setelah beberapa warga Desa Selopangggung, Kecamatan Semen,
berhasil menemukan makam salah satu pahlawan yang selama ini dianggap beraliran
keras, Datuk Ibrahim atau biasa dikenal dengan nama Tan Malaka. Penemuan ini
disertai keterangan saksi sejarah yang mengetahui secara detail peristiwa
kematian Tan Malaka yang dipercaya dibunuh pada tahun 1949 silam. Ditemukanya
makam Tan Malaka yang tertembak dalam pelariannya pada tangga 21 Februari 1949
tersebut berdasarkan cerita salah satu saksi sejarah yang menyebutkan
kronologis terjadinya catatan sejarah ini, yaitu Tolu (69), warga Desa
Selopanggung. Tolu menyebutkan, pada kisaran tahun 1948 hingga 1949, ada
sekitar 50 orang yang datang dari luar daerah ke Desa Selopanggung, yang
belakangan diketahui sebagai pasukan dari Brigade Sikatan yang bertugas memburu
dan melakukan eksekusi terhadap Tan Malaka. Pada saat itu, rombongan
menginap di rumah orangtua Tolu. Kedatangan mereka dilengkapi dengan
persenjataan lengkap. "Ada sekitar 50 orang, yang saya kenal antara lain Letkol
Surahmat, Sukoco, Dayat, Prapto, Abdul Syukur dan beberapa lainya saya tidak
kenal," cerita Tolu, Selasa (14/8) Tolu juga menceritakan kedatangan
orang-orang tersebut juga melakukan pemusnahan beberapa arsip dan buku yang
diyakini sebagai milik Tan Malaka mengenai pemikiran aliran kiri. "Jumlahnya
banyak sekali, bahkan dibakar selama satu minggu apinya belum padam," lanjut
Tolu. Warga di sekitar lokasi terjadinya sejarah, baru menyadari jika di desa
tempat tinggal meraka sebagai tempat terbunuhnya tokoh penggerak kemerdekaan
nasional, ketika sepuluh tahun dan lima tahun yang lalu, ada seorang warga
negara Belanda, yang diketahui bernama Harry A Poeze, berusaha mencari jejak
Tan Malaka. Selama satu bulan melakukan penelitian, akhirnya Poeze menyimpulkan
di
Desa Selopanggung merupakan tempat singgah terakhir Tan Malaka sebelum
akhirnya menghilang tanpa ada jejaknya lagi. "Orang Belanda itu menyimpulkan di
sini tempat Tan Malaka hilang," kata Samsuri (45), mantan Kepala Desa
Selopanggung, sambil menunjukkan papan petunjuk tempat hilangnya Tan Malaka
yang dibuat oleh Harry A Poeze. Ditembak Malam Hari Semua bukti keberadaan
Tan Malaka juga disebutkan oleh Sukoto (75), yang saat terjadinya penembakan
Tan Malaka bekerja sebagai kurir dari Brigade Sikatan. Dia bercerita pernah
mendengar penembakan orang di malam hari, tanpa diketahuinya siapa korban yang
ditembak. Namun Sukoto menyebutkan, setelah rombongan Brigade Sikatan
meninggalkan Desa Selopanggung, ada makam baru bernisankan pohon di pemakaman
desa. "Saya dulu tukang kirim surat dari rombongan orang luar itu, dan saya
tahu kejadian pada saat itu," cerita Sukoto. Mengenai keyakinan warga Desa
Selopanggung yang menyebutkan, makam bernisankan pohon yang diyakini sebagai
makam
Tan Malaka. Hal itu berdasarkan cerita orang-orang tua yang menyebutkan makam
tua tersebut telah ada sebelum tahun 1948. "Kata orang-orang tua, makam ini
ada sejak tahun 1948. Waktu itu hanya ada 1 makam yaitu makam sesepuh Desa
Selopanggung. Tapi setelah tahun 1949 tepatnya setelah rombongan tentara pergi
ada makam baru bernisan pohon yang tidak dikenali warga," cerita Samsuri. Dalam
catatan sejarah, Tan Malaka dikenal sebagai pejuang yang beraliran kiri. Dia
terbunuh pada tanggal 21 Februari 1949 di Kediri. Tan Malaka diyakini terpaksa
ditembak karena semasa hidupnya pernah mempelajari sosialisme dan komunisme,
dan dikhawatirkan akan mengancam kedaulatan NKRI. Pada tahun 1963 nama Tan
Malaka pernah tercatat sebagai pahlawan revolusi, namun gelar tersebut dicabut
pada masa pemerintahan orde baru.

Penemuan Rudal di Jembatan Lama Kota kediri




Rudal Zaman Belanda ini ditemukan sama orang yang Nambang Pasir di Sungai Brantas Kediri, kabarnya pencarian ini dimulai dari minggu pagi (15-11-2009) hingga ditemukannya RUDAL ini pada siang harinya sekatar pukul 14.00.
Saat ini Rudal ini sudah di sembunyikan atau dimuseumkan oleh Tim Kepolisian dari kota Kediri. Walaupun berkarat atau sudah agak tua, Rudal in masih aktif dan dapat meledak kapanpun bila disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.